Selama ini emas dipilih sebagai salah satu penangkal inflasi, lantaran
nilainya yang cenderung stabil dari tahun ke tahun. Fakta membuktikan,
bila terjadi inflasi tinggi, harga emas akan naik lebih tinggi daripada
inflasi. Data statistik menunjukkan, bila inflasi mencapai 10 persen,
maka emas akan naik 30 persen. Bahkan, bila inflasi naik menjadi 100
persen pun, harga emas akan naik hingga 200 persen. Inilah mengapa,
berinvestasi dalam bentuk emas dianggap sangat menguntungkan.
Namun, harga emas memang akan cenderung konstan bila laju inflasi
rendah. Tapi, kini investasi emas tersedia dalam berbagai pilihan. Tak
hanya dalam bentuk fisik, tapi juga dengan membeli saham perusahaan
pertambangan emas maupun membeli kontrak emas di bursa berjangka. Nah,
ini dia keunggulan dan kelemahan setiap jenis investasi emas.
1. Emas Perhiasan
Bila tujuan investasi Anda untuk jangka pendek, biasanya akan sulit
mendapat keuntungan dari emas perhiasan. Pasalnya, ketika Anda membeli
emas perhiasan, Anda tak hanya membayar harga emasnya saja, tapi juga
harus membayar ongkos pembuatannya. Biasanya, bila Anda menjual kembali
ke toko emas, mereka enggan membayar ongkos pembuatannya. Jadi mereka
hanya akan membayar harga emasnya saja. Karena itu, investasi emas dalam
bentuk perhiasan akan lebih menguntungkan bila tujuannya jangka
panjang, di atas 10 tahun. Karena harga emas sudah naik berkali-kali
lipat, sehingga harga jualnya jauh lebih tinggi. Selain itu, pilihlah
emas perhiasan 24 karat, karena kemungkinan untungnya jauh lebih besar.
2. Emas Batangan
Investasi emas yang terbilang baik dan aman adalah investasi emas dalam
bentuk batangan (emas logam mulia). Emas batangan akan lebih mudah
dijual kembali dibandingkan dengan emas perhiasan. Pasalnya, ketika
membeli emas batangan, Anda tak perlu membayar ongkos pembuatan. Itu
berarti, Anda takkan mengalami kerugian ketika menjual emas batangan.
Bila ingin berinvestasi dengan emas, pilihan yang satu ini perlu
dipertimbangkan, inilah caranya.
3. Koin Emas
Koin emas ini biasa juga disebut dengan koin emas ONH (Ongkos Naik
Haji), karena koin emas ini memang diharapkan bisa menjadi alternatif
investasi bagi mereka yang ingin memiliki tabungan untuk mempersiapkan
biaya ibadah haji. Investasi ini sebenarnya sama dengan investasi emas
lain, karena memiliki harga emas yang mengikuti harga mata uang asing
(dolar AS), dan aman terhadap inflasi. Koin emas ONH ini dapat dibeli
dan dijual kembali di cabang-cabang PT Pegadaian di seluruh Indonesia,
toko emas, dan unit pengolahan dan pemurnian logam mulia PT Aneka
Tambang Tbk. Untuk ukurannya, biasanya tersedia mulai dari berat 1 gram,
5 gram, dan 10 gram. Harga satu gramnya sekitar Rp 394.000.
4. Sertifikat Emas
Investasi emas tak selalu dalam bentuk fisik, bisa juga berbentuk
sertifikat emas. Ini adalah selembar kertas yang menjadi bukti
kepemilikan atas emas yang tersimpan pada bank di suatu negara. Pemilik
sertifikat ini hanya memegang satu lembar kertas saja yang nantinya
hanya dapat diuangkan pada bank terkait. Bisa dikatakan, sertifikat emas
ini adalah alternatif investasi yang sangat menguntungkan dan aman.
Karena Anda tak perlu mengeluarkan biaya penyimpanan emas. Berbeda
dengan investasi emas dalam bentuk fisik yang memerlukan biaya
penyimpanan di safe deposit box.
5. Saham Pertambangan Emas
Alternatif lain, membeli saham perusahaan pertambangan emas. Jika
keadaan pasar emas sedang naik, harga saham-saham perusahaan ini
biasanya akan bergerak lebih cepat daripada harga emas fisik. Meski
menguntungkan, namun, sebaiknya tetap hati-hati, karena risiko investasi
tetap ada. Ada baiknya Anda mempelajari investasi saham terlebih dulu,
agar tak kesulitan mengikuti perkembangan saham pertambangan emas Anda.
Perusahaan pertambangan emas yang sahamnya dijual di pasar modal saat
ini, yaitu PT Aneka Tambang, Tbk.
6. Kontrak Emas Berjangka
Dengan bantuan teknologi, emas bisa diperjualbelikan sebagai komoditas
di perdangan berjangka (future trading/margin trading). Artinya, Anda
hanya perlu memiliki bukti administrasi atas kepemilikannya.
Berinvestasi emas di Bursa Berjangka Jakarta memang terkesan fleksibel