Minggu, 08 April 2012

 Dua Anak SMP Terlibat Pembunuhan Gay

 www.gunadarma.ac.id

 Nama : Regina Listya Kartikasari
Kelas : 2eb20
NPM : 25210709

KEDIRI, KOMPAS.com — Dari hasil pengembangan penyidikan, polisi menyeret dua pelaku lain yang terlibat pembunuhan seorang gay di Kediri, Jawa Timur. Masing-masing DA (15) dan AC (15). Dua-duanya masih tercatat sebagai siswa SMP.

DA adalah warga Kelurahan Semampir, Kota Kediri, yang terdaftar sebagai siswa kelas dua SMP negeri. Ia ditangkap di rumah kosnya di Semampir, sedangkan AC (15), warga Jalan Mayor Bismo, Kota Kediri, juga duduk di bangku kelas dua SMP swasta. Agi ditangkap di Simpang Empat Semampir.

Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Kediri Ajun Komisaris Polisi Rofiq Ripto Himawan, Senin (17/5/2010), mengatakan, dari hasil pemeriksaan polisi terungkap informasi bahwa otak pelaku pembunuhan adalah JS (19) yang diketahui pasangan gay korban. Ia meminta bantuan DA untuk melakukan eksekusi dengan cara menjerat leher korban menggunakan tali. Setelah itu korban dibuang di selokan. Dia ditinggalkan bersama gerobaknya, sedangkan sepeda motornya dibawa lari.

Peran DA adalah menjebak korban dengan cara mengajaknya berciuman. Saat korban lengah, tersangka JS langsung mengalungkan tali ke leher korban dan menjeratnya hingga tewas. Peran DA adalah turut serta menikmati hasil kejahatan. Ia tidak ikut serta pada saat terjadi pembunuhan terhadap korban. Atas perbuatannya, ia dikenai Pasal 363, Pasal 480, Pasal 55, dan Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

"Sedangkan Jefri sebagai otak pelaku pembunuhan berencana dan Agi yang membantunya dikenai Pasal 340, Pasal 338, dan Pasal 363 KUHP. Ancaman hukumannya di atas 5 tahun penjara," ujar Rofiq.

Khusus pada dua tersangka yang masih berstatus pelajar SMP akan diperlakukan sebagaimana diatur dalam UU Perlindungan Anak. Akan tetapi, untuk sanksi hukuman, mereka tetap dikenai sesuai dengan KUHP. "Hanya cara perlakuannya yang beda. Tidak ada perpanjangan masa tahanan. Selain itu, mereka juga harus didampingi saat pemeriksaan," ucap Rofiq.

 http://nasional.kompas.com/read/2010/05/17/19373760/dua.anak.smp.terlibat.pembunuhan.gay
 Kehancuran Ekonomi Bisa Dahsyat

www.gunadarma.ac.id


Nama : Regina Listya Kartikasari
NPM : 25210709
Kelas : 2eb20

WASHINGTON, KAMIS - Dunia kini sedang mengarahkan perhatian pada paket dana talangan, yang akan melepas korporasi raksasa Amerika Serikat dari belenggu utang. Jika paket itu gagal lagi, taruhannya adalah kehancuran ekonomi AS yang sangat dahsyat.
Menurut Warren Buffett, investor kawakan AS, akan terjadi ekonomi ”Pearl Harbour” merujuk kehancuran AS akibat serangan Jepang. ”Kita tentu tidak ingin itu terjadi,” kata Buffett.
Jaringan televisi AS, ABC, bertanya kepada peraih Hadiah Nobel Ekonomi 2001, Joseph E Stiglitz, ”Apa yang akan terjadi jika dana talangan itu gagal?”
”Itu akan menjadi faktor yang cukup untuk membuat sektor keuangan meledak. Saya tidak khawatir dengan kerugian Wall Street (para investor dan korporasi). Hal yang sangat saya khawatirkan akan terjadi keadaan di mana lembaga keuangan berhenti meminjamkan dana ke sektor riil (perusahaan). Jika ini terjadi, akan ada pengurangan produksi dan pekerja. Resesi atau keadaan lebih buruk dari resesi kemungkinan akan terjadi,” kata Stiglitz, yang sejak tahun 2003 sudah memperingatkan bahwa posisi keuangan korporasi AS sudah ”berbahaya” karena penyaluran dana yang terlalu besar ke sektor perumahan di AS.
Setelah paket dana talangan itu ditolak DPR AS pada hari Senin (29/9) lalu, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA, New York) langsung anjlok 778 poin, penurunan terbesar sepanjang sejarah AS dalam sehari saja. Kejatuhan besar-besaran juga diikuti bursa global.
Paket dana talangan bertujuan memberi korporasi keuangan raksasa AS, aliran dana baru. Konsekuensinya, perusahaan itu untuk sementara menjadi milik Pemerintah AS. Dana talangan ini diberikan agar korporasi AS bisa mengembalikan pinjaman-pinjaman yang didapat dari lembaga keuangan di seantero dunia, seperti Eropa, Jepang, China, dan negara-negara kaya lainnya.
Masalahnya, korporasi AS yang menerima pinjaman global itu telah menanamkan dana di sektor perumahan, yang kini tak laku. Keadaan di AS mirip dengan kebangkrutan di Asia, dekade 1990-an, di mana lembaga keuangan mengucurkan pinjaman luar negeri ke sektor properti yang dibangun begitu banyaknya, tetapi daya serap pasar rendah sehingga tak laku jual.
Di samping aksi jorjoran ke sektor properti, praktik penipuan keuangan di kalangan eksekutif AS juga marak, sebagaimana diutarakan Avery Goodman, ahli pasar uang AS. Goodman mengatakan pada periode 2001-2007, para eksekutif terbuai oleh iming- iming bonus besar jika berhasil menyalurkan pinjaman besar-besaran ke sektor properti.
Dari kesuksesan penyaluran pinjaman, lepas dari potensi pinjaman tak bisa dikembalikan, para eksekutif mendapat bonus.
Masalah muncul. Pemberian bonus tidak didasarkan pada kinerja keuangan perusahaan. Misalnya, kata Goodman, walau secara finansial Lehman Brothers sudah mulai bangkrut sejak tahun 2003, pada tahun 2007 eksekutif Lehman Brother, Richard Fluid, menerima bonus dua juta dollar AS. Para eksekutif korporasi AS tak menaruh perhatian pada posisi keuangan, tetapi membiarkan perusahaan terjerat utang.
Eropa mengecam
Hal ini membuat dunia menjadi taruhan. Seandainya utang- utang ini tidak dibayarkan, rangkaian kerja dari sistem keuangan dunia akan terhenti. Jika kewajiban-kewajiban AS ini seret, efek domino akan merembes ke berbagai bank. Contoh terbaru adalah Fortis, lembaga keuangan Belanda-Belgia, yang sudah kehilangan likuiditas dan terpaksa diselamatkan karena ditinggal para nasabahnya.
Jika efek domino yang dialami Fortis meluas, lembaga keuangan besar dunia lainnya juga akan terimbas. Efek domino itu, antara lain, bisa berupa penarikan simpanan dari bank yang dianggap ”bahaya”, seperti yang menimpa Bank East Asia, Hongkong.
Sadar akan rangkaian bahaya ini, para pemimpin dunia, termasuk Eropa, mengecam AS. ”Saya kira AS harus bertanggung jawab terhadap dunia dan juga kepada mereka sendiri,” kata Perdana Menteri Inggris.
Begitu besarnya masalah ini sehingga Paus Benediktus XVI juga menyarankan agar korporasi finansial menghentikan aksi ambil untung besar tanpa mengindahkan risiko.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga menyerukan kepada AS dan negara-negara maju mengambil tanggung jawab menstabilkan sektor keuangan.
Ketua DPR AS Nancy Pelosi mengatakan, Kongres akan mencoba meloloskan paket dana talangan itu, Jumat pagi.
Steny Hoyer, pemimpin kubu Demokrat di DPR AS, juga mengatakan ada kesempatan baik bahwa dana talangan itu akan diloloskan.
Pekan lalu Senat AS juga sudah meloloskan paket itu, tetapi ditolak di tingkat DPR AS. Pada hari Rabu, Senat AS sudah meloloskan paket itu, tetapi masih harus menunggu persetujuan DPR AS.
Presiden AS George W Bush dan Menkeu AS Henry Paulson berkali-kali menegaskan betapa pentingnya paket itu karena taruhannya adalah keadaan ekonomi, yang memperlihatkan gejolak penurunan. (REUTERS/AP/AFP/MON/HAR)

 http://nasional.kompas.com/read/2008/10/03/09533884/kehancuran.ekonomi.bisa.dahsyat
 HAM demi Keberadaban Bersama

www.gunadarma.ac.id

Nama : Regina Listya Kartikasari
NPM : 25210709
Kelas : 2eb20


Depok, Kompas - Penegakan hak asasi manusia atau HAM semata-mata bukan demi hak, apalagi soal kewajiban pemerintah. HAM dan kewajiban pemerintah melindunginya, yang dikelola melalui beragam hukum dan peraturan internasional, karena keduanya menyangkut kemungkinan hidup bersama dengan cara beradab.
Oleh sebab itu, alangkah kurus perjuangan HAM yang selesai hanya pada tingkat tuntutan hukum. ”Sudah sejak abad pertengahan, ketika mempelajari kembali karya Aristoteles melalui pemikir Muslim, Thomas Aquinas, sampai pada kesimpulan, tujuan hukum pada akhirnya adalah kebaikan bersama,” kata dosen Pascasarjana Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara, Jakarta, Karlina Supelli, dalam Munir Memorial Lecture, Jumat (5/9).
Dalam acara bertajuk ”Membangun Peradaban dengan Politik HAM” itu, Karlina menegaskan, setiap upaya yang menciutkan masalah pelanggaran HAM hanya ke perkara pelanggaran hukum oleh individu sama dengan upaya membusukkan keberadaban kehidupan bersama. Sebab, penyelesaian pelanggaran HAM bukan hanya bertujuan meminta tanggung jawab pelaku.
”Jantung penyelesaian kasus pelanggaran HAM adalah mengenali kepentingan dan konteks politik, motif, dan perspektif yang melahirkan pelanggaran, pihak yang melakukan, yang berwenang memberi perintah, dan institusi yang secara sembunyi terlibat,” kata Karlina di depan sekitar 800 hadirin yang memadati auditorium Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (UI) di Depok, Jawa Barat.
Hadir dalam acara itu, antara lain, guru besar STF Driyarkara Franz Magnis-Suseno, budayawan Mohammad Sobari, mantan anggota Komisi Nasional HAM Asmara Nababan, dan guru besar filsafat UI Toeti Heraty Noerhadi Rooseno yang juga menjadi pembicara dalam kuliah terbuka itu.
Dengan suara lirih karena terserang radang pita suara, Karlina dengan memukau menjelaskan, kekuatan konsep HAM terletak pada penerimaan martabat manusia, yang bernilai pada dirinya sendiri dan tidak dapat dilenyapkan. HAM adalah syarat minimum agar dalam masyarakat, seseorang dapat memenuhi eksistensinya sebagai manusia.
Toety Heraty menambahkan, meskipun telah tiada, Munir melalui sahabatnya seolah terus ada. ”Dia melawan kesewenang-wenangan kekuasaan dan memperjuangkan nasib orang tertindas. Dia hadir dengan hidup dalam diri mereka yang percaya bahwa kebenaran bisa diungkapkan dan keadilan ditegakkan,” katanya. (jos/mh)

 http://nasional.kompas.com/read/2008/09/06/00050058/ham.demi.keberadaban.bersama
20 Polisi Polda Lampung Dipecat
 
www.gunadarma.ac.id
Nama : Regina Listya Kartikasari
NPM : 25210709
Kelas : 2EB20

BANDARLAMPUNG, KOMPAS.com -  Sebanyak 20 personel Polda Lampung diberhentikan dengan tidak hormat, karena terlibat tindakan kriminal dan penyalahgunaan wewenang selama tahun 2009.
"Pembinaan dan perbaikan kinerja personel menjadi salah satu prioritas saya dalam menjalankan kepemimpinan di Polda Lampung. Untuk itu, saya sudah instruksikan kepada Propam untuk tegas dalam menindak anggota yang melanggar kode etik kepolisian," kata Kapolda Lampung, Brigjen Edmon Ilyas, di Bandarlampung, Jumat.
Dia menyampaikan ada tiga jenis pelanggaran yang dilakukan oleh aparat, yaitu pelanggaran disiplin, pelanggaran kode etik dan pelanggaran hukum pidana. Sementara itu, jenis hukuman terhadap pelanggaran anggota juga ada delapan jenis hukuman, yaitu teguran tertulis, penundaan kenaikan pangkat, penundaan pendidikan, penundaan kenaikan gaji, mutasi, sanksi administrasi, kurungan, dan pemberhentian dengan tidak hormat.
Secara umum, Kapolda mengatakan, pelanggaran disiplin dan kode etik yang dilakukan anggota kepolisian sepanjang 2009 menurun 0,16 persen dibandingkan 2008.
Berdasarkan data Polda Lampung, sepanjang tahun 2008 jumlah pelaku pelanggaran kode etik dan disiplin di Polda Lampung sebanyak 858 personel, sedangkan pada 2009 sebanyak 642 orang. Meski demikian, jumlah personel kepolisian yang diberhentikan secara tidak hormat akibat pelanggaran kode etik meningkat 117 persen dibanding tahun sebelumnya.
Sepanjang tahun 2009 jumlah personel yang diberi sanksi pemberhentian dengan tidan hormat sebanyak 20 orang, sementara pada 2008 sebanyak 17 orang. Upaya penegakan disiplin itu, kata dia, merupakan upaya polisi untuk memperbaiki pencitraan mereka di mata masyarakat, sekaligus reformasi internal kepolisian, berdasarkan perintah Mabes Polri.
"Saya berharap, wajah polisi akan lebih baik di masa mendatang, karena ini menyangkut kehormatan salah satu institusi hukum negara," kata Edmon.

 http://nasional.kompas.com/read/2010/01/01/09060993/20.polisi.polda.lampung.dipecat
 Menkumham Akan Membahas Kasus Kecil


www.gunadarma.ac.id
Nama : Regina Listya Kartikasari
NPM : 25210709
Kelas : 2EB20


PADANG, KOMPAS.com - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Patrialis Akbar, berjanji akan membahas kasus-kasus pelanggaran hukum kecil yang menyentuh sisi kemanusiaan ke rapat Menkopolhukam pekan depan.

Sejumlah kasus pelanggaran hukum kecil adalah kasus-kasus yang belakangan menjadi sorotan media seperti kasus pencurian 3 buah kakao di Banyumas, Jateng, yang membuat Minah dikurung lebih dari 1 bulan dan pencurian kapas di Batang di provinsi yang sama.

"Kita akan bicarakan (penanganan kasus kemanusiaan) dengan Kapolri dan jaksa agung pada rapat Menkopolhukam pekan depan," katanya dalam kunjungan kerja ke sejumlah Lapas di Sumatera Barat, Minggu (20/12).

Seperti diketahui, sejumlah kasus kemanusiaan, mengundang perhatian publik dari kasus pencuri kakao, Ny Minah yang divonis 1,5 bulan, dan pencuri semangka yang divonis dua bulan 10 hari.

Atau Ny Nurlaela yang harus mendekam ditahan selama empat bulan karena mencuri dua kaleng susu ukuran sedang.

Ia mengatakan, pembahasan tersebut tidak lain untuk menyamakan persepsi atau operasionalisasi penanganan perkara yang harus mengedepankan kemanusiaan.

Jangan sampai penanganan perkara yang berbau kemanusiaan itu, ujung-ujungnya masuk penjara.

"Setidaknya bisa diselesaikan dahulu melalui mediasi. Atau bisa saja penanganan kasus kemanusiaan itu, cukup ditahan selama satu minggu sebagai shock therapy," katanya.

"Penahanan satu minggu untuk pelaku pidana (tindak pidana ringan seperti mencuri untuk kebutuhan), sebagai hukuman untuk tidak mengulangi lagi perbuatannya," katanya.

Karena itu, ia mengharapkan polisi dan kejaksaan, untuk memilah-milah mana kasus yang layak tetap maju ke pengadilan atau tidak.

"Jaksa sendiri sebenarnya punya wewenang dalam penuntutan, maka setidaknya bisa memberikan tuntutan terlalu besar-besar," katanya.

Ia menambahkan tentunya kita harus memerangi kejahatan yang berdampak untuk orang lain atau orang banyak. "Tapi harus dipertimbangkan juga (unsur kemanusiaannya)," katanya.

Sebelumnya seperti diberitakan di sejumlah media online, Jaksa Agung, Hendarman Supandji, menyatakan sulit untuk merumuskan kata keadilan dalam penanganan perkara.

"Sekarang ada rasa keadilan, tapi saya sulit merumuskan bagaimana rasa keadilan itu," katanya

 http://nasional.kompas.com/read/2009/12/20/11435970/menkumham.akan.membahas.kasus.kecil
 Layakkah Nenek Soetarti dan Roesmini Dihukum?

www.gunadarma.ac.id

Nama : Regina Listya Kartikasari
Kelas : 2eb20
NPM : 25210709
 
JAKARTA, KOMPAS.com — Terkait kasus persengketaan rumah dinas milik Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian Kementerian Keuangan yang membawa dua nama janda veteran sekaligus pensiunan PNS Perum Pegadaian Soetarti dan Roesmini, banyak pihak bertanya-tanya. Benarkah kedua nenek renta tersebut bersalah melanggar hukum hingga harus diseret ke meja hijau dan didakwa dengan ancaman hukuman hingga 2 tahun 9 bulan penjara.

Berbagai spekulasi pun bermunculan. Ada yang merasa iba dan menganggap kasus tersebut merupakan upaya kriminalisasi pihak pemilik modal terhadap masyarakat kecil seperti Soetarti dan Roesmini. Ada pula yang melihat kasus ini sebagai kasus pelanggaran hukum murni yang harus ditangani sesuai prosedur hukum yang berlaku.

Terlepas dari kontroversi tersebut, jaksa penuntut umum dalam sidang Soetarti dan Roesmini di Pengadilan Negeri Jakarta Timur Ibnu Suud berpendapat bahwa keduanya, Soetarti dan Roesmini, memang terbukti telah melakukan pelanggaran hukum. "Siapa saja yang menempati rumah tanpa izin pemiliknya, dalam konteks UU Perumahan ya, tentu tidak boleh dan telah melanggar hukum," kata Ibnu Suud saat ditemui seusai sidang Soetarti dan Roesmini, Rabu (17/3/2010) di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim).

Ia mengatakan hal yang sama juga dengan kasus Ibu Soetarti dan Roesmini ini. Mereka menempati rumah tanpa izin dari pemiliknya, yang dalam hal ini adalah Perum Pegadaian. Dalam konteks ini, itu menjadi hak penuh Perum Pegadaian, mau menuntut atau tidak karena rumah itu memang miliknya. "Kalau untuk masalah hak kepemilikan atau hak beli yang diajukan terdakwa ke PTUN atas dasar PP No 40 itu sudah menjadi masalah lain lagi di luar konteks ini," paparnya.

Soetarti dan Roesmini telah menempati rumah dinas Perum Pegadaian lebih dari 25 tahun karena almarhum suaminya yang seorang PNS Perum Pegadaian. Pada akhir tahun 1990-an, sejak sang suami pensiun dan meninggal dunia, Perum Pegadaian telah memberikan surat peringatan dan meminta kedua janda veteran tersebut beserta keluarganya untuk mengosongkan rumah dinas mereka yang terletak di kawasan Cipinang, Jakarta Timur.

Namun, kabarnya surat peringatan dari Perum Pegadaian itu tak digubris oleh pihak keluarga Soetarti dan Roesmini. Pengabaian pun terjadi beberapa kali hingga tahun 2008 lalu. Pada tahun 2008, pihak Perum Pegadaian sempat memberikan somasi kepada keluarga kedua terdakwa untuk meninggalkan rumah, tetapi pihak keluarga secara gamblang tetap menolak. Tak tahan dengan tindakan pihak Soetarti dan Roesmini, pada Januari 2009 lalu akhirnya Perum Pegadaian melaporkan kedua nenek itu kepada pihak berwenang. Alhasil, kasus ini pun sampai ke PN Jaktim.

 http://nasional.kompas.com/read/2010/03/17/15323233/function.simplexml-load-file
 Menduduki Jalan Tol Melanggar Hukum

www.gunadarma.ac.id

Nama : Regina Listya Kartikasari
NPM : 25210709
Kelas : 2eb20


JAKARTA, KOMPAS.com — Perseroan Terbatas (PT) Jasa Marga Tbk mengatakan, penyelesaian kasus tanah sebaiknya melalui pengadilan dan tidak dengan cara mengganggu kelancaran arus lalu lintas di jalan tol.
Apa yang dilakukan keluarga Natigor Panjaitan yang mengklaim tanahnya belum dibayar dengan cara menduduki jalan tol merupakan pelanggaran hukum.
-- Tolu Ismed Arief
"Dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan dijelaskan sanksi kurungan atau denda jutaan rupiah bagi pelanggarnya," kata Kepala Biro Hukum PT Jasa Marga, Tolu Ismed Arief, di Jakarta, Jumat (30/4/2010).
Tolu dalam penjelasannya kepada wartawan mengatakan, "Apa yang dilakukan keluarga Natigor Panjaitan yang mengklaim tanahnya belum dibayar dengan cara menduduki jalan tol merupakan pelanggaran hukum."
Dalam perkara tanah itu, kata dia, sebaiknya keluarga Natigor menempuh upaya hukum sesuai bukti yang dimiliki, tidak lantas menduduki jalan tol, apalagi mengancam akan membuat tanggul.
Dia mengatakan bahwa tanah yang diklaim Natigor di Kilometer 3+800 ke arah Serpong belum dibayar tentunya bertolak belakang dengan fakta hukum bahwa seluruh lahan di ruas tol Jakarta-Serpong ruas Ulujami-Pondok Aren sudah diselesaikan semua pembayarannya.
"Kami sudah melakukan pembayaran sesuai jumlah yang diputuskan Panitia Pembebasan Tanah (P2T) dan Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah atau Depkimpraswil (sekarang Kementerian Pekerjaan Umum)," ujarnya.
Menurut dia, keluarga Natigor dalam kurun waktu 2002-2004 telah melakukan gugatan perdata kepada P2T dan Depkimpraswil mulai Pengadilan Negeri sampai Mahkamah Agung yang dimenangkan Natigor.
Hasil keputusannya meminta kepada P2T dan Kementerian Pekerjaan Umum untuk memerintahkan PT Jasa Marga membayar uang ganti rugi Rp 3,629 miliar kepada Natigor, katanya menjelaskan.
Terhadap putusan tersebut, PT Jasa Marga melakukan gugatan balik karena bukan pihak yang berperkara sehingga tidak wajib melaksanakan putusan pengadilan. Terhadap gugatan tersebut, kata dia, pengadilan negeri memutuskan sita eksekusi atas tanah tidak sah sehingga tidak dapat dilaksanakan penyitaan eksekusi atas tanah.
Menanggapi keputusan pengadilan yang memenangkan Jasa Marga, Natigor kembali melakukan gugatan, kali ini tidak hanya P2T dan Kementerian PU, tetapi juga Jasa Marga.
Terkait gugatan tersebut, Jasa Marga melaksanakan banding ke pengadilan tinggi yang memenangkan P2T, Kementerian PU, dan Jasa Marga yang isinya menolak seluruh gugatan dan Natigor diwajibkan membayar perkara.
Tolu yang didampingi Pjs Sekretaris Perusahaan Bambang Sulistyo mengatakan, putusan pengadilan tinggi ini sudah memiliki kekuatan hukum tetap dan pihak Natigor sendiri tidak mengajukan kasasi.
Bambang mengatakan, sebaiknya keluarga Natigor tidak menempuh upaya-upaya dengan menutup ruas tol karena akan menyengsarakan pengguna jalan lainnya. "Kalau hal itu masih dilaksanakan Natigor sehingga mengganggu pengguna jalan, maka kepolisian yang selama ini persuasif akan menegakkan hukum sesuai undang-undang yang berlaku," katanya menegaskan.
Akibat penutupan jalan tol itu, kata dia, membuat kemacetan yang begitu panjang, bahkan dirasakan dampaknya sampai tol dalam kota Jakarta.

http://nasional.kompas.com/read/2010/04/30/22475399/Menduduki.Jalan.Tol.Melanggar.Hukum
Kepastian Hukum dan Kebijakan Investasi

www.gunadarma.ac.id

Nama : Regina Listya Kartikasari
NPM : 25210709
Kelas: 2EB20

Menteri Keuangan, Agus Martowardojo, dan Sekretaris Jenderal Organization for Economic Co-operation and Development atau OECD, Angel Gurria, meluncurkan laporan Review Kebiajakan Investasi Indonesia dan Laporan Survei Ekonomi 2010.
Laporan ini antara lain menghendaki adanya peningkatan upaya penegakan kepastian hukum dan kebijakan investasi, serta usaha mengurangi hambatan bagi investasi asing ke Indonesia.
Peluncuran kedua laporan ini dilakukan di Jakarta, Senin (1/11/2010), yang juga disertai penandatanganan nota kesepahaman serta enam buku laporan survei dan review tersebut oleh Agus Martowardojo dengan Angel Gurria.
"Ini adalah survei yang pertama dilakukan atas dua hal pada saat yang sama dilakukan di satu negara. Ini melanjutkan kerja sama yang sudah dilakukan sejak lama dengan OECD," ujar Gurria.
Review ini mencakup delapan area kebijakan yang di-review, yakni pertama, tren kebijakan investasi dan investasi asing di Indonesia. Kedua, kebijakan investasi. Ketiga, promosi dan fasilitas investasi. Keempat, kebijakan kompetisi. Kelima, perkembangan infrastruktur.
Keenam, perkembangan sektor keuangan. Ketujuh, tata kelola sektor publik. Delapan, aspek lain dari kerangka kebijakan untuk investasi (kebijakan perpajakan, kebijakan perdagangan, tata kelola perusahaan, dan aturan tentang tanggung jawab perusahaan).
"Meski banyak yang akan menjadi area kebijakan, tetapi saya hanya fokus pada tiga indikator paling penting, yakni pertama, anggaran publik yang diarahkan pada kebijakan yang pro growth, pro-poor, dan infrastruktur. Kedua, pengembangan pasar tenaga kerja. Ketiga, investasi dalam jumlah besar dan infrastruktur," ujarnya.
Adapun laporan survei ekonominya sendiri merupakan laporan kedua yang disusun OECD untuk Indonesia, sejak laporan survei ekonomi pertama pada tahun 2008.
Laporan survei kali ini mengungkapkan empat isu pokok yang dihadapi Indonesia, yakni pertama, pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kedua, subsidi energi. Ketiga, infrastruktur. Keempat, kebijakan sosial.
Rencananya, survei dan review ini akan dilanjutkan setiap dua tahun sekali.

SUMBER : http://nasional.kompas.com/read/2010/11/01/10475055/Indonesia.OECD.Tuntaskan.Survei.Ekonomi
Kriminalitas Ekonomi Belum Dapat Perhatian Serius

www.gunadarma.ac.id

Nama : Regina Listya Kartikasari
NPM :25210709
Kelas : 2EB20

 Kriminalitas ekonomi belum mendapat perhatian serius dari pemerintah. Selama ini, kasus-kasus seperti korupsi misalnya, hanya diamati dari aspek hukum dan kriminal. Kalkulasi biaya kerugian-kerugian sosial akibat tindakan korupsi belum dimasukkan.
Demikian dikatakan pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) Rimawan Pradiptyo, sehubungan dengan dibukanya konsentrasi baru di Program Magister Sains Ilmu Ekonomi FEB UGM, yakni Crime Economics atau Ekonomika Kriminalitas. "Ini yang pertama di Indonesia”.
Menurut Rimawan, kalau kriminalitas ekonomi tak mendapat perhatian serius, negara semakin rugi dalam setiap kasus korupsi. Masyarakat juga ikut dirugikan.
"Dalam kasus korupsi, ketika si pelaku tertangkap, biasanya dihukum denda, penjara, dan asetnya disita. Itu sebenarnya baru menyentuh aspek hukum, sama sekali belum mencakup biaya kerugian sosial sebagai dampak tindakan itu.
Kerugian-kerugian sosial tersebut, diterangkan Elan Satriawan, bisa jauh melebihi nilai aset. Misalnya ketika aset milik koruptor disita dan dibekukan negara, perlu diperhitungkan juga nilai rupiah yang bisa ditimbulkan kalau aset itu tidak segera disita.
Biaya-biaya selama proses peradilan, selama ini juga ditanggung negara dan uangnya berasal dari pajak yang dibayar masyarakat.
"Kalau dalam satu kasus saja ada sekian kali proses sidang, kerugian rupiah yang ditanggung negara dan masyarakat. Biaya-biaya yang ini, ya harus dibebankan ke pelaku dong," ujar Elan sambil menambahkan bahwa menghitung kerugian sosial tadi memang sangat rumit.
Kriminalitas ekonomi, lanjut Rimawan, bisa terjadi juga lintas batas negara. Bentuknya seperti pencucian uang, perdagangan manusia, perdagangan obat-obatan terlarang, penggelapan pajak, prostitusi, hingga terorisme.
Kejahatan-kejahatan itu difasilitasi transportasi, komunikasi, dan perbankan yang canggih. Dalam kriminalitas nonekonomi, korban dan pelaku berada di satu tempat secara bersamaan. Namun dalam kriminalitas ekonomi, pelaku dan korbannya bisa berada di tempat berbeda, bahkan tidak pernah bertemu.
Modus operandi diyakini juga semakin canggih sehingga penyidikan dan penelusuran akan tambah kompleks. Fenomena ini membuat tingkat deteksi kriminalitas ekonomi relatif kecil ketimbang kriminalitas nonekonomi. Kondisi ini akan semakin menarik minat pelaku kriminalitas ekonomi.
Menyinggung konsentrasi baru Ekonomika Kriminalitas yang akan dibuka resmi 31 Januari mendatang itu, lulusannya diharapkan mampu memenuhi kebutuhan tenaga ahli bidang kriminalitas ekonomi yang masih amat langka, tak hanya di Indonesia, tetapi juga di internasional.
Elan menambahkan, banyak produk hukum di Indonesia yang perlu diganti agar berperspektif juga dari sisi ekonomi.

Sumber : http://nasional.kompas.com/read/2009/01/28/20151445/function.simplexml-load-file
JANGAN SAMAKAN SEMUA KEKERASAN TNI MELANGGAR HAM

www.gunadarma.ac.id

Nama : Regina Listya Kartikasari
NPM : 25210709
Kelas: 2EB20
 Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono mengingatkan sekaligus meminta kepada semua pihak tidak menyamaratakan dan memaksakan semua jenis kekerasan oleh aparat, dalam hal ini terkait Tentara Nasional Indonesia (TNI), sebagai suatu bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat.
Tidak cuma itu, Juwono juga menilai tuduhan TNI melakukan pelanggaran HAM berat di masa lalu, seperti dalam kasus Talangsari di Lampung, peristiwa Mei 1998, atau kasus penghilangan orang secara paksa tahun 1997-1998, adalah tuduhan yang bersifat anekdotal. Pernyataan itu disampaikan Juwono, dalam jumpa pers usai membuka Seminar Nasional HAM dan Pertahanan Negara bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Indonesia di Departemen Pertahanan.
Sebagai penyelenggara negara TNI berhak dan berwenang menyelenggarakan kekerasan negara atau disebut the monopoly of legitimate violence dengan mengatasnamakan keselamatan bangsa, pengamanan kedaulatan, dan keutuhan wilayah.
Sejumlah pihak hadir berbicara, seperti Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Muladi, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Edy Prasetyono, Koordinator Kontras Usman Hamid, dan Kepala Badan Pembinaan Hukum Mabes TNI Laksda Henry Willem.
"Terkait kasus masa lalu, saya tekankan itu kasus anekdotal karena peristiwa (Talangsari) itu terjadi tidak sistematis atau sengaja menjadi kebijakan pemerintah Orde Baru. Hal seperti itulah yang harus di-clear-kan".
Dalam kasus Talangsari, menurut Juwono, masyarakat harus melihat pada masa itu terdapat upaya sejumlah kelompok mengganti dasar negara dengan agama tertentu dan mendirikan negara baru. Mereka lalu melakukan perlawanan bersenjata, yang menewaskan dua orang aparat TNI-Polri. Negara saat itu mencoba mengamankan.
"Jangan lalu diberitakan seakan-akan ada kesengajaan, upaya sistematis, dan itu kebijakan (Orba). Harus dilihat konteks saat itu dan peristiwanya. Sekelompok orang ingin mengganti Pancasila dan mengangkat senjata lalu membunuh aparat".
Dalam kesempatan yang sama Juwono juga mengingatkan, persoalan HAM harus dilihat secara utuh, tidak sekadar masalah yang terkait hak sipil dan politik melainkan juga soal ekonomi, sosial, dan budaya. Semua aspek itu harus ada, utuh, dan proporsional. Jangan hitam-putih.
Sementara itu, dalam pidato tertulis yang dibacakan Laksda Henry Willem, Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso menegaskan bahwa institusinya selama ini sangat berkomitmen, paham, menghargai, dan menghormati, serta berkomitmen tinggi pada HAM. Tidak hanya itu, pada hakikatnya kelahiran Republik Indonesia juga merupakan bentuk upaya membebaskan diri dari penindasan HAM oleh bangsa lain.
Tidak hanya itu, Indonesia juga punya paham perang dan falsafah dasar pertahanan, yang menegaskan cinta damai, tetapi lebih mencintai kemerdekaan. Seandainya dalam pelaksanaan (tugas pertahanan) ada yang dinilai eksesif, melampaui prosedur, dan tidak sesuai harapan bersama, hal itu adalah hak semua pihak untuk menilai.
"Akan tetapi kami harap, jangan setiap persoalan dibaca hitam-putih belaka". Pandangan hitam-putih macam itulah yang menurut Djoko hanya akan menimbulkan cara pandang dan pemahaman yang tidak linear di antara semua pihak, apalagi mengingat antara HAM dan pertahanan (disingkat Han) punya titik berangkat yang sama sekali berbeda.
Menurut Djoko, masalah pertahanan (Han) berangkat dari tugas dan kewajiban serta terkait apa yang dapat kita berikan maupun korbankan, sementara masalah HAM lebih terkait masalah hak, dalam arti apa yang dapat diperoleh.
Tugas konvensional militer dan pertahanan pada umumnya berperang dengan menggunakan mesin kekerasan untuk berbuat kekerasan terhadap yang melakukan kekerasan."Jika hal itu dihadap-hadapkan secara hitam-putih dengan HAM tentunya tidak akan pernah sejalan".
Sementara itu, dalam jumpa pers Muladi juga menambahkan, suatu peristiwa hanya bisa dikategorikan menjadi pelanggaran HAM berat jika sudah terbukti kejadian itu bersifat sistematis, meluas, direncanakan, dan organisasional.
Jika tidak dapat dibuktikan, tambah Muladi, peristiwa itu hanyalah tindak pidana biasa dan penuntasannya cukup dengan menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) biasa.
"Kalau tidak bisa dibuktikan, ya gunakan saja KUHP. Batasan soal itu kan sudah jelas. Jadi jangan dipaksakan harus menjadi pelanggaran HAM berat hanya karena menyangkut TNI. Kita harus sportif dan jujur, TNI juga sudah melakukan reformasi besar-besaran sejak tahun 1998. Hal itu sangat luar biasa".
Lebih lanjut, tambah Muladi, saat ini Indonesia berada dalam paksaan dunia internasional untuk mengakui aturan yang melarang pemberlakuan hukum pidana secara retroaktif (surut). Padahal, di dunia internasional sendiri masih terdapat ambivalensi tentang hal tersebut.


Sumber : http://nasional.kompas.com/read/2008/12/18/21330044/jangan.samakan.semua.kekerasan.tni.melanggar.ham

Jumat, 06 April 2012

 Kejar Pertumbuhan Ekonomi, Indonesia Perlu Reformasi Hukum

www.gunadarma.ac.id
Nama : Regina Listya Kartikasari
NPM : 25210709
Kelas : 2EB20

Indonesia perlu bekerja keras untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi yang dipatok sebesar 7 persen pada 2014. Direktur Economist Corporate Network Ross O'Brien menyatakan, target ini bisa dicapai apabila Pemerintah Indonesia melakukan reformasi dan restrukturisasi di bidang perbaikan institusi dan lingkungan hukum guna menggalakkan investasi di sektor infrastruktur publik.
"Meski Indonesia kini melangkah dengan pasti, ada banyak aspek dari perkembangan Indonesia yang membutuhkan reformasi dan restrukturisasi yang sungguh-sungguh".
O'Brien memperkirakan, produk domestik bruto (GDP) Indonesia bakal tumbuh 5,6 persen pada tahun ini, menyusul pulihnya ekonomi negara-negara Asia lainnya. Proyeksi ini lebih tinggi dibandingkan asumsi pemerintah yang hanya mematok pertumbuhan PDB dalam RAPBN Perubahan 2010 sebesar 5,5 persen.
"Economist Intelligence Unit memprediksi bahwa PDB Indonesia akan tumbuh 5,6 persen tahun ini," kata O'Brien. Adapun untuk 2011, diperkirakan PDB bakal tumbuh mencapai 5,9 persen.
Lebih jauh, O'Brien memaparkan bahwa pada 25 Maret 2010, pihaknya bakal menggelar forum yang mempertemukan lebih dari 100 pemimpin bisnis dan pejabat pemerintahan untuk melakukan diskusi secara terbuka. Acara yang bernama Indonesia Summit itu akan dihadiri oleh Wakil Presiden Boediono, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Menteri Perindustrian MS Hidayat, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Gita Wirjawan, dan pelaku industri.

Sumber : http://nasional.kompas.com/read/2010/03/24/11033886/function.simplexml-load-file