NAMA : REGINA LISTYA KARTIKASARI
NPM : 25210709
KELAS : 3EB20
TULISAN
DOSEN : BAPAK EDY PRIHANTORO
9 PERUSAHAAN AMERIKA YANG TERANCAM TUTUP 
Banyak perusahaan Amerika Serikat (AS) yang mampu meraih kejayaannya tak
 kurang dari satu dekade. Biasanya, perusahaan ini mampu menjadi 
pemimpin pasar di industrinya, selalu mengeluarkan inovasi baru, 
pertumbuhan fenomenal, serta mengalami lonjakan harga saham. 
Dua perusahaan yang bisa menjadi contoh dari kasus tak biasa itu adalah Google Inc dan Apple Inc. 
Sayangnya,
 nasib berbeda justru dialami oleh perusahaan yang sebelumnya sempat 
merajai di kelasnya. Sebut saja, AMR, Borders, dan Kodak. 
Benang
 merah di antara perusahaan yang berkembang menjadi fenomenal dan 
terjerembab bangkrut adalah hadirnya sosok pimpinan yang membawa ke 
puncak kejayaan, namun gagal pada periode berikutnya. 
Para 
eksekutif ini umumnya berupaya mencari strategi terbaik bahkan membentuk
 manajemen baru. Sayangnya, bagi perusahaan yang akhirnya ambruk, 
kesempatan untuk perbaikan tersebut telah hilang begitu saja. 
Dikutip dari laman 24wallst, berikut adalah sembilan perusahaan raksasa AS yang diprediksi punah dan hilang dari radar perusahaan negara Adidaya. 
Daftar
 ini dibuat berdasarkan pergerakan saham dan kinerja keuangan. Lebih 
spesifik lagi, perusahaan dalam daftar ini merupakan emiten dalam indeks
 S&P 500 dan sebagian besar mengalami kerugian cukup besar bahkan 
harga sahamnya telah anjlok 50 persen. 
Berikut adalah sembilan perusahaan tersebut:
1. J.C. Penney Company Inc
Perusahaan
 yang didirikan pada 1913 ini sebelumnya pernah menjadi pemain utama 
industri ritel AS selama beberapa dekade. Namun, di bawah Chief Executive Officer (CEO) Myron Ullman III yang mengambil alih pada 2004, pendapatan perusahaan ini mulai merosot.
Pendapatan
 perusahaan sebesar US$19,9 miliar pada 2007 harus merosot menjadi 
US$17,3 miliar pada 2011. Keuntungan yang semula US$1,1 miliar harus 
berganti menjadi rugi US$152 juta pada periode yang sama. 
Untuk 
harga saham, perusahaan berkode JCP ini telah mengalami penurunan hingga
 70 persen dalam lima tahun. Kondisi berbeda justru dialami pesaingnya 
Marcy's Inc dan Target Corp yang bergerak stagnan. 
JP Penney tampaknya tak mampu bersaing dengan perusahaan sejenis seperti Wal-Mart Stores dan Costso Wholesale Corp. 
Ambruknya
 kinerja perusahaan ini dimulai ketika CEO baru mulai menjalankan 
bisnisnya. Upaya restrukturisasi harga yang dilakukan perusahaan justru 
menjadi bumerang bagi kelangsungan hidup JC Penney. 
2. The New York Times Co
Selama
 beberapa dekade, penerbit koran The New York Times Company merajai 
industri media AS. Namun, seiring waktu, kejatuhan bisnis tak bisa 
dihindarinya. 
Pada 10 tahun lalu, perusahaan mampu mencetak 
untung US$300 juta dari pendapatan US$3,1 miliar. Namun, tahun lalu, New
 York Times justru mengantongi rugi US$40 juta dari pendapatan US$2,3 
miliar. 
New York Times tampaknya lamban masuk dalam bisnis online
 di tengah derasnya erosi industri media cetak. Mereka kalah cepat dari 
The Huffington Post, Google News, dan portal penyedia berita seperti 
MSN, AOL, dan Yahoo. 
Hal ini juga terlihat dari harga saham 
perusahaan yang terus merosot, di mana kapitalisasi pasar anjlok ke 
level US$1,2 miliar dari pendapatan US$2,3 miliar. Harga saham 
perusahaan juga turun 57 sen di tengah kenaikan laba 5 persen pada 2011.
 
New York tampaknya tak mampu menunjukkan kinerja pertumbuhan signifikan, meski telah masuk ke dunia digital. 
3. Groupon Inc
Groupon
 tampaknya bukan kandidat yang layak masuk daftar perusahaan berkinerja 
terbaik. Salah satu alasannya, harga saham Groupon telah anjlok 70 
persen sejak IPO pada November 2011. 
Salah satu masalah utama Groupon adalah bisnis kupon online telah menjadi sebuah komoditas. Tak sulit bagi kompetitor seperti Wal-Mart dan Amazon untuk masuk dalam industri ini. 
Groupon
 merupakan pemain utama dalam bisnis ini ketika pertama kali beroperasi 
pada 2009 dan mencetak pendapatan US$15 juta. Tahun lalu, pendapatan 
bahkan naik menjadi US$1,6 miliar, kendati harus dengan upaya keras. 
Upaya ekspansi bisnis Groupon harus dibayar dengan biaya yang cukup 
besar. 
Di industri sejenis, Groupon harus bersaing dengan 
LivingSocial yang mendapat pembiayaan dari raksasa Amazon. Begitu pula 
Google yang mulai memperkenalkan produknya, Google Offers.
4. Sprint Nextel Corp
Meski
 mencetak kinerja memuaskan dalam beberapa waktu terakhir, hal ini 
tampaknya tak mengurangi kekhawatiran Sprint Nextel untuk mampu bersaing
 di bisnis wireless. Perusahaan sulit bersaing dengan AT&T dan Verizon Wireless. 
Pendapatan
 Sprint tercatat meningkat signifikan pada 2006 dibandingkan 2002. 
Selama periode itu, penjualan perusahaan naik dari US$15,2 miliar 
menjadi US$41 miliar. 
Kesalahan utama Sprint adalah ketika 
memutuskan membeli Nextel pada akhir 2004. Perusahaan harus membayar 
US$35 miliar untuk membeli perusahaan yang menjalankan platform berbeda 
dari bisnis Sprint. Akibatnya, konsumen perlahan meninggalkan Nextel
 5. Barnes & Noble Inc
Penyebab
 ambruknya bisnis Barnes & Noble bisa digambarkan dalam satu kata, 
Amazon. Pada 2002, Barnes & Noble mencetak penjualan US&109 juta
 dan saat bersamaan Amazon mencetak rugi US$149 juta dari pendapatan 
US$3,9 miliar. 
Melangkah ke 2011, pendapatan Amazon mencapai 
US$48,1 miliar dengan laba US$631 juta. Sedangkan Barnes & Noble 
justru merugi US$69 juta  dari pendapatan US$7,1 miliar. 
Amazon 
melangkah maju dengan menjual perlengkapan elektronik dan produk video 
streaming serta tetap mempertahankan posisinya sebagai situs penjualan 
buku terbesar di dunia. 
Dalam laporan April, Barnes telah 
mengoperasikan 1,338 toko buku di 50 negara termasuk 647 tokok buku di 
sejumlah kampus. Tentunya, aset tersebut membutuhkan penanganan, biaya 
sewa dan personil. Barnes & Noble mengakui semakin matangnya stok 
ritel tradisional merupakan salah satu risiko dan bisnis mereka. 
6. Zynga Inc
Perusahaan
 permainan media sosial, Zynga, telah mengeluarkan dana besar untuk 
menjadi pemain terbesar dalam industri ini. Tak heran pendapatannya naik
 dari US$19,4 juta pada 2008 menjadi US$1,14 miliar tahun lalu. 
Sayangnya, perusahaan justru mereguk rugi hingga US$404 juta pada 2011. 
Investor
 tampaknya mulai khawatir dengan posisi perusahaan yang hanya menawarkan
 permainan gratis dan premium dengan platform Facebook. 
Untuk 
sesaat sukses model bisnis ini memang menakjubkan. Laporan terakhir 
menyebutkan, Zynga memiliki 192 juta pengunjung tetap, naik 27 persen. 
Namun, seiring membesarnya jumlah permainan virtual, biaya perawatan 
perusahaan juga ikut membengkak. 
Kondisi perusahaan yang terus 
tertekan membuat saham Zynga melemah ke level US$3 dari harga 
tertingginya US$15,91 per lembara saham. Persoalan yang dihadapi Zynga 
tampaknya lebih kompleks dan permanen dibandingkan keterlambatan 
peluncuran permainan terbarunya. 
7. Dell Inc
Dell
 tampaknya mendapatkan pukulan keras dari bisnis telepon pintar 
(Smartphone) dan komputer personal (PC). Kondisi ini terjadi tak lama 
setelah manajemen mengambil keputusan yang buruk, ditambah tumbuhnya 
industri manufaktur Asia yang telah mengambil pangsa pasar Dell secara 
signifikan. 
Dell merupakan salah satu perusahaan yang mendapat 
untung dari pembuatan PC dari IBM. Namun, IBM justru memutuskan menjual 
unit bisnis PC ke perusahaan China, Lenovo pada akhir 2004. 
Akibatnya,
 industri PC terbagi ke dalam dua bentuk transpformasi yaitu konsolidasi
 perusahaan yang ada seperti HP membeli Compaq dan Acer membeli Gateway.
Bentuk lain adalah 
berkembangnya bisnis PC dari Asia seperti Asus, Acer, dan Lenovo. Semua 
perusahaan ini kini menghadapi tantangan besar yaitu PC dianggap sebagai
 sebuah komoditas dan harga menjadi faktor utamanya. 
8. Advance Micro Devices Inc (AMD)
Laporan
 keuangan AMD menunjukkan bagaimana buruknya kinerja perusahaan. 
Pendapatan tahunan turun 10 persen ke level US$1,4 miliar. Padahal, AMD 
sebelumnya terkenal sebagai pesaing utama Intel Corp dalam bisnis chip 
komputer. 
Namun, tak hanya itu masalah yang menimpa AMD. 
Perusahaan yang telah membeli perusahaan pembuat chip grafis, ATI, 
seharga US$5,4 miliar juga harus bersaing dengan perusahaan sejenis. 
Langkah akusisi ini menghasilkan kondisi AMD yang terlilit utang dan 
hampir tak bisa melakukan apa-apa untuk meningkatkan kekayaannya. 
Tantangan terbesar AMD mungkin akan berasal dari pasar PC yang mulai beralih ke produk tablet dan telepon pintar.
9. Bank of Amerika Corp
Sebagian
 besar operasional Bank of America kali ini tercipta dari berbagai 
langkah merger dan akuisisi perusahaan lain. Aksi korporasi ini banyak 
dilakukan oleh Ken Lewis, yang menjabat CEO pada 2001. Pada 2007, dia 
berhasil membawa Bank of Amerika menjadi bank terbesar dalam hal aset. 
Namun,
 Lewis terus berambisi untuk membuat perusahaan ini lebih besar lagi. Di
 tengah kehancuran sistem keuangan AS, Bank of America akhirnya terlilit
 masalah surat utang. Saking besarnya masalah yang dihadapi, membuat 
perusahaan harus mengambil dana Troubled Asset Relief Program (TARP) 
lebih banyak dibandingkan perbankan AS lain. 
Usai Lewis didepak 
dari kursi CEO, masalah tak lantas berhenti. Bank of America kini malah 
dihadapkan pada pilihan untuk memberhentikan 30 ribu pegawainya serta 
menghadapi berbagai tuntutan hukum terkait surat utang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar