Minggu, 08 April 2012

 Menduduki Jalan Tol Melanggar Hukum

www.gunadarma.ac.id

Nama : Regina Listya Kartikasari
NPM : 25210709
Kelas : 2eb20


JAKARTA, KOMPAS.com — Perseroan Terbatas (PT) Jasa Marga Tbk mengatakan, penyelesaian kasus tanah sebaiknya melalui pengadilan dan tidak dengan cara mengganggu kelancaran arus lalu lintas di jalan tol.
Apa yang dilakukan keluarga Natigor Panjaitan yang mengklaim tanahnya belum dibayar dengan cara menduduki jalan tol merupakan pelanggaran hukum.
-- Tolu Ismed Arief
"Dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan dijelaskan sanksi kurungan atau denda jutaan rupiah bagi pelanggarnya," kata Kepala Biro Hukum PT Jasa Marga, Tolu Ismed Arief, di Jakarta, Jumat (30/4/2010).
Tolu dalam penjelasannya kepada wartawan mengatakan, "Apa yang dilakukan keluarga Natigor Panjaitan yang mengklaim tanahnya belum dibayar dengan cara menduduki jalan tol merupakan pelanggaran hukum."
Dalam perkara tanah itu, kata dia, sebaiknya keluarga Natigor menempuh upaya hukum sesuai bukti yang dimiliki, tidak lantas menduduki jalan tol, apalagi mengancam akan membuat tanggul.
Dia mengatakan bahwa tanah yang diklaim Natigor di Kilometer 3+800 ke arah Serpong belum dibayar tentunya bertolak belakang dengan fakta hukum bahwa seluruh lahan di ruas tol Jakarta-Serpong ruas Ulujami-Pondok Aren sudah diselesaikan semua pembayarannya.
"Kami sudah melakukan pembayaran sesuai jumlah yang diputuskan Panitia Pembebasan Tanah (P2T) dan Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah atau Depkimpraswil (sekarang Kementerian Pekerjaan Umum)," ujarnya.
Menurut dia, keluarga Natigor dalam kurun waktu 2002-2004 telah melakukan gugatan perdata kepada P2T dan Depkimpraswil mulai Pengadilan Negeri sampai Mahkamah Agung yang dimenangkan Natigor.
Hasil keputusannya meminta kepada P2T dan Kementerian Pekerjaan Umum untuk memerintahkan PT Jasa Marga membayar uang ganti rugi Rp 3,629 miliar kepada Natigor, katanya menjelaskan.
Terhadap putusan tersebut, PT Jasa Marga melakukan gugatan balik karena bukan pihak yang berperkara sehingga tidak wajib melaksanakan putusan pengadilan. Terhadap gugatan tersebut, kata dia, pengadilan negeri memutuskan sita eksekusi atas tanah tidak sah sehingga tidak dapat dilaksanakan penyitaan eksekusi atas tanah.
Menanggapi keputusan pengadilan yang memenangkan Jasa Marga, Natigor kembali melakukan gugatan, kali ini tidak hanya P2T dan Kementerian PU, tetapi juga Jasa Marga.
Terkait gugatan tersebut, Jasa Marga melaksanakan banding ke pengadilan tinggi yang memenangkan P2T, Kementerian PU, dan Jasa Marga yang isinya menolak seluruh gugatan dan Natigor diwajibkan membayar perkara.
Tolu yang didampingi Pjs Sekretaris Perusahaan Bambang Sulistyo mengatakan, putusan pengadilan tinggi ini sudah memiliki kekuatan hukum tetap dan pihak Natigor sendiri tidak mengajukan kasasi.
Bambang mengatakan, sebaiknya keluarga Natigor tidak menempuh upaya-upaya dengan menutup ruas tol karena akan menyengsarakan pengguna jalan lainnya. "Kalau hal itu masih dilaksanakan Natigor sehingga mengganggu pengguna jalan, maka kepolisian yang selama ini persuasif akan menegakkan hukum sesuai undang-undang yang berlaku," katanya menegaskan.
Akibat penutupan jalan tol itu, kata dia, membuat kemacetan yang begitu panjang, bahkan dirasakan dampaknya sampai tol dalam kota Jakarta.

http://nasional.kompas.com/read/2010/04/30/22475399/Menduduki.Jalan.Tol.Melanggar.Hukum

Tidak ada komentar:

Posting Komentar