Selasa, 01 Januari 2013

3 langkah memilih bank kredibel


NAMA : REGINA LISTYA KARTIKASARI
KELAS : 3EB20
NPM : 25210709
TULISAN

Bank bukan lembaga keagamaan. Bank adalah lembaga keuangan yang berazaskan komersial dan mencari keuntungan. Dan orang-orang yang bekerja di instansi perbankan juga terdiri atas beragam personalitas. Itu artinya, kendati lembaga perbankan merupakan lembaga kepercayaan, bukan berarti Anda memberikan kepercayaan seratus persen terhadap orang-orang yang bekerja di dalamnya.

Memang, mestinya para bankir juga merupakan orang-orang yang terpercaya. Namun, dalam praktiknya, yang disebut lembaga kepercayaan adalah lembaganya, dan bukan orang-orangnya. Lihat saja ambruknya berbagai bank di tahun-tahun silam. Tidak sedikit yang merupakan ulah dari para bankir, termasuk juga para pemilik bank itu sendiri. Ringkasnya, kalau Anda hendak memercayakan pengelolaan dana Anda pada bank, maka mesti dilakukan seleksi terhadap bank.

Benar bahwa bank-bank yang beroperasi di Indonesia saat ini, baik itu bank milik pemerintah, bank swasta nasional, bank swasta asing, maupun bank-bank daerah, telah diawasi secara ketat oleh Bank Indonesia selaku Otoritas Perbankan. Namun, Bank Indonesia juga bukan ”dewa” yang bisa mengetahui perilaku bank-bank secara detail. Bank Indonesia hanya bisa mengawasi melalui pemeriksaan terhadap laporan kegiatan bank maupun pemeriksaan langsung secara berkala. Oleh karena itu, jika bersandar saja pada hasil pemeriksaan Bank Indonesia, terus terang tidak memberikan garansi terhadap keselamatan dana nasabah. Dan itu sudah terbukti lewat kasus pembobolan bank maupun kasus yang lebih ”mengerikan” sebagaimana dialami oleh nasabah sebuah bank belakangan ini.

Aset, modal, dan rasio
Agar Anda tidak menjadi korban berikutnya, beberapa hal selayaknya menjadi perhatian sebelum menempatkan dana Anda pada sebuah bank. Pertama, aset bank. Apa boleh buat, dalam industri perbankan, ”size matter”. Artinya, aset bank merupakan salah satu indikasi besarnya kepercayaan masyarakat terhadap bank tersebut karena aset adalah kumpulan dana dari masyarakat yang ditempatkan di bank dan kemudian disalurkan sebagai pinjaman dan aset produktif lainnya.

Kedua, modal bank. Semakin besar modal, semakin tinggi tanggung jawab dan risiko yang ditanggung oleh pemilik. Bandingkan saja jumlah modal terhadap aset bank. Semakin besar rasionya, bank tersebut semakin kuat. Dengan kata lain, kalau terjadi ”apa-apa” pada bank bersangkutan, maka uang pemilik juga akan ikut raib.

Ketiga, rasio-rasio keuangan pada saat bank tersebut mengumumkan kinerja keuangannya kepada publik. Ini bisa dilihat di berbagai surat kabar. Lazimnya bank menyampaikan laporan keuangan empat kali setahun atau setiap triwulan. Anda boleh bandingkan satu bank dengan bank lain. Beberapa rasio penting yang mesti diperhatikan adalah non performing loan, atau jumlah kredit bermasalah bank tersebut. Semakin tinggi rasionya, semakin jelek kualitas kredit bank bersangkutan.

Di sini bisa banyak kemungkinan penyebab. Bisa karena pemberian kreditnya sembarangan, bisa karena debitor-debitor yang diberikan kredit memang tidak bermutu, bisa juga karena faktor ekonomi. Akan tetapi, faktor yang terakhir ini jangan langsung dipercaya sebab kalau kredit bermasalah tinggi karena ekonomi tidak kondusif, maka hal serupa mestinya juga dialami bank lain. Sehingga kalau hanya satu-dua bank yang memiliki kredit bermasalah tinggi, bisa dipastikan itu lebih karena pengelolaan kreditnya amburadul. Dan kalau sebagian kredit diberikan karena sebab subyektif, misalnya karena kenalan, saudara, dan lain sebagainya. Hindari bank semacam itu karena dana yang Anda tempatkan hanya akan jadi abu. Berubah menjadi kredit macet di sisi aset bank tersebut.

Cermati laba bank
Selain kredit bermasalah, yang tidak kalah penting adalah mencermati laba bank. Kalau labanya besar, mestinya bank itu dikelola dengan benar. Tapi apa iya seperti itu? Belum tentu. Coba cermati dari mana sumber laba bank tersebut. Apakah karena pendapatan bunga? Apakah karena dapat ”durian runtuh” karena ada laba selisih kurs misalnya, atau malah karena hal lain. Apa itu? Salah satunya adalah karena pembalikan cadangan kredit bermasalah yang tidak terpakai dan kemudian menjadi pendapatan.

Apa yang salah dengan ini? Tidak ada yang salah. Namun, sumber laba seperti itu tidak berkelanjutan dan mungkin hanya terjadi sekali dua kali. Dengan kata lain, pada tahun berikutnya belum tentu bank itu bisa menghasilkan laba sebesar yang diperoleh saat ini. Dan itu berarti, masa depan bank tersebut tidak begitu cemerlang. Nah, terserah Anda, silakan saja jika ingin menempatkan dana di bank yang masa depannya tidak jelas.

Beberapa hal yang diutarakan di atas adalah hal-hal yang bersifat teknis. Masih ada hal lain yang tidak membutuhkan pengkajian mendalam untuk melihat apakah sebuah bank berpotensi bermasalah atau tidak. Misalnya, cari tahu siapa bankir yang duduk sebagai manajemen puncak di bank tersebut. Cari tahu latar belakang dan kiprah sebelumnya. Kalau sudah punya jam terbang cukup lama, dan selama itu tidak pernah terdengar melakukan hal-hal yang tercela, maka secara logika pasti bank yang dikelola akan dijaga baik.

Lantas, bagaimana dengan kasus pembobolan bank yang mencuat belakangan ini? Ini hanya bisa terjadi dalam pengelolaan private banking, di mana bank menyediakan tenaga bankir khusus untuk mengelola dana orang-orang kaya. Nah, kalau Anda tergolong kaya dan juga hendak menempatkan dana dalam bank yang memiliki private banking atau unit wealth management, maka faktor siapa yang menjadi private banker Anda menjadi sangat vital.

Jangan menempatkan dana hanya karena sang bankir ramah, cantik, bahenol, dan alasan apa pun yang bersifat personal. Tetapi, bagaimana integritas dan profesionalisme dari bankir tersebut. Dan jangan pernah deal atau memberi instruksi tanpa basis dokumen legal yang autentik. Paling tidak, Anda memiliki alat bukti kalau terjadi ”apa-apa” dengan dana Anda.

(Elvyn G Masassya, Praktisi Keuangan)
Sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar