Kehancuran Ekonomi Bisa Dahsyat
www.gunadarma.ac.id
Nama : Regina Listya Kartikasari 
NPM : 25210709
Kelas : 2eb20
WASHINGTON, KAMIS - Dunia kini sedang mengarahkan  perhatian pada paket dana talangan, yang akan melepas korporasi raksasa  Amerika Serikat dari belenggu utang. Jika paket itu gagal lagi,  taruhannya adalah kehancuran ekonomi AS yang sangat dahsyat.
Menurut  Warren Buffett, investor kawakan AS, akan terjadi ekonomi ”Pearl  Harbour” merujuk kehancuran AS akibat serangan Jepang. ”Kita tentu tidak  ingin itu terjadi,” kata Buffett.
Jaringan televisi AS, ABC,  bertanya kepada peraih Hadiah Nobel Ekonomi 2001, Joseph E Stiglitz,  ”Apa yang akan terjadi jika dana talangan itu gagal?”
”Itu akan  menjadi faktor yang cukup untuk membuat sektor keuangan meledak. Saya  tidak khawatir dengan kerugian Wall Street (para investor dan  korporasi). Hal yang sangat saya khawatirkan akan terjadi keadaan di  mana lembaga keuangan berhenti meminjamkan dana ke sektor riil  (perusahaan). Jika ini terjadi, akan ada pengurangan produksi dan  pekerja. Resesi atau keadaan lebih buruk dari resesi kemungkinan akan  terjadi,” kata Stiglitz, yang sejak tahun 2003 sudah memperingatkan  bahwa posisi keuangan korporasi AS sudah ”berbahaya” karena penyaluran  dana yang terlalu besar ke sektor perumahan di AS.
Setelah paket  dana talangan itu ditolak DPR AS pada hari Senin (29/9) lalu, indeks Dow  Jones Industrial Average (DJIA, New York) langsung anjlok 778 poin,  penurunan terbesar sepanjang sejarah AS dalam sehari saja. Kejatuhan  besar-besaran juga diikuti bursa global.
Paket dana talangan  bertujuan memberi korporasi keuangan raksasa AS, aliran dana baru.  Konsekuensinya, perusahaan itu untuk sementara menjadi milik Pemerintah  AS. Dana talangan ini diberikan agar korporasi AS bisa mengembalikan  pinjaman-pinjaman yang didapat dari lembaga keuangan di seantero dunia,  seperti Eropa, Jepang, China, dan negara-negara kaya lainnya.
Masalahnya,  korporasi AS yang menerima pinjaman global itu telah menanamkan dana di  sektor perumahan, yang kini tak laku. Keadaan di AS mirip dengan  kebangkrutan di Asia, dekade 1990-an, di mana lembaga keuangan  mengucurkan pinjaman luar negeri ke sektor properti yang dibangun begitu  banyaknya, tetapi daya serap pasar rendah sehingga tak laku jual.
Di  samping aksi jorjoran ke sektor properti, praktik penipuan keuangan di  kalangan eksekutif AS juga marak, sebagaimana diutarakan Avery Goodman,  ahli pasar uang AS. Goodman mengatakan pada periode 2001-2007, para  eksekutif terbuai oleh iming- iming bonus besar jika berhasil  menyalurkan pinjaman besar-besaran ke sektor properti.
Dari kesuksesan penyaluran pinjaman, lepas dari potensi pinjaman tak bisa dikembalikan, para eksekutif mendapat bonus.
Masalah  muncul. Pemberian bonus tidak didasarkan pada kinerja keuangan  perusahaan. Misalnya, kata Goodman, walau secara finansial Lehman  Brothers sudah mulai bangkrut sejak tahun 2003, pada tahun 2007  eksekutif Lehman Brother, Richard Fluid, menerima bonus dua juta dollar  AS. Para eksekutif korporasi AS tak menaruh perhatian pada posisi  keuangan, tetapi membiarkan perusahaan terjerat utang.
Eropa mengecam
Hal  ini membuat dunia menjadi taruhan. Seandainya utang- utang ini tidak  dibayarkan, rangkaian kerja dari sistem keuangan dunia akan terhenti.  Jika kewajiban-kewajiban AS ini seret, efek domino akan merembes ke  berbagai bank. Contoh terbaru adalah Fortis, lembaga keuangan  Belanda-Belgia, yang sudah kehilangan likuiditas dan terpaksa  diselamatkan karena ditinggal para nasabahnya.
Jika efek domino  yang dialami Fortis meluas, lembaga keuangan besar dunia lainnya juga  akan terimbas. Efek domino itu, antara lain, bisa berupa penarikan  simpanan dari bank yang dianggap ”bahaya”, seperti yang menimpa Bank  East Asia, Hongkong.
Sadar akan rangkaian bahaya ini, para  pemimpin dunia, termasuk Eropa, mengecam AS. ”Saya kira AS harus  bertanggung jawab terhadap dunia dan juga kepada mereka sendiri,” kata  Perdana Menteri Inggris.
Begitu besarnya masalah ini sehingga Paus  Benediktus XVI juga menyarankan agar korporasi finansial menghentikan  aksi ambil untung besar tanpa mengindahkan risiko.
Presiden Susilo  Bambang Yudhoyono juga menyerukan kepada AS dan negara-negara maju  mengambil tanggung jawab menstabilkan sektor keuangan.
Ketua DPR AS Nancy Pelosi mengatakan, Kongres akan mencoba meloloskan paket dana talangan itu, Jumat pagi.
Steny Hoyer, pemimpin kubu Demokrat di DPR AS, juga mengatakan ada kesempatan baik bahwa dana talangan itu akan diloloskan.
Pekan  lalu Senat AS juga sudah meloloskan paket itu, tetapi ditolak di  tingkat DPR AS. Pada hari Rabu, Senat AS sudah meloloskan paket itu,  tetapi masih harus menunggu persetujuan DPR AS.
Presiden AS George  W Bush dan Menkeu AS Henry Paulson berkali-kali menegaskan betapa  pentingnya paket itu karena taruhannya adalah keadaan ekonomi, yang  memperlihatkan gejolak penurunan. (REUTERS/AP/AFP/MON/HAR)
 http://nasional.kompas.com/read/2008/10/03/09533884/kehancuran.ekonomi.bisa.dahsyat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar